Postingan

Afiks dan Metatesis dalam Tata Bahasa Dawan (Timor)

Gambar
Penulis: Neno Anderias Salukh Dalam Ilmu Linguistik, afiks adalah bentuk terikat yang apabila ditambahkan pada kata dasar akan mengubah makna gramatikal kata tersebut. Misalnya dalam tata bahasa Indonesia, kata "harap" jika ditambahkan "ber" (afiks) akan berubah menjadi "berharap" dengan makna gramatikal yang berbeda. Afiks lebih familiar ditelinga orang dengan sebutan imbuhan atau bubuhan yang terdiri dari prefiks, infiks, konfiks dan sufiks. Prefiks adalah awalan, sufiks adalah akhiran infiks adalah sisipan dan konfiks gabungan antara prefiks dan sufiks. Afiks dalam Tata Bahasa Dawan tidak sebanyak afiks dalam Tata Bahasa Indonesia tetapi memiliki perbedaan. Dalam Tata Bahasa Dawan, afiks digunakan pada kata kerja (verba) dan juga bergantung pada kata ganti orang yang digunakan. Afiks-afiks tersebut adalah "U", "Ta", "Mu", "Mi", "Na" yang merupakan prefiks dan "Na-an" merupakan konfiks seda

Minum Sopi, Tradisi Suku Dawan (Timor) yang Disalahgunakan

Gambar
Ilustrasi Sopi | baca.co.id Sopi adalah sejenis minuman keras yang dibuat dengan cara menyuling Tuak Nira (Baca: Tuak ). Nira yang dipanaskan dalam periuk tertutup dengan satu lubang lalu disambung menggunakan bambu sebagai pipa penyalur ke dalam wadah. Uap yang dihasilkan oleh nira melalui bambu mengembun menjadi cairan yang dinamakan Sopi. Biasanya, proses penyulingan dilakukan sebanyak tiga kali. Penyulingan pertama, kedua dan ketiga dengan kadar Alkohol yang berbeda-beda. Penyulingan pertama yang dikenal dengan nama "Nakaf Tua" atau "Sopi Kepala" yang memiliki kadar Alkohol lebih tinggi. Istilah yang lebih unik adalah "Bakar Menyala". Istilah ini diberikan oleh sekelompok orang karena katanya “Tua Nakaf” menghasilkan api jika dibakar. Pengakuan lainnya adalah kompilasi yang dikonsumsi, "Tua Nakaf" yang hilang yang hilang masih kompilasi. “Bakar Menyala” Diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh beberapa teman saya di Jurusan Kimia

Mengenal "Mamat", Budaya Suku Dawan (Timor) Makan Sirih Pinang

Gambar
Sirih dan pinang memiliki nilai yang sangat penting dalam sistem sosial orang Dawan "Mamat"  merupakan budaya  Atoin Meto  (Orang Timor) yang berarti makan sirih pinang. Sirih dalam bahasa  Dawan  berarti  "Manus"  dan Pinang dalam bahasa  Dawan  berarti  "Puah" . Dalam masyarakat  Dawan, "Mamat"  adalah salah satu budaya yang dilakukan setiap hari.  Mereka yang sudah ada di tingkat kecanduan yang tinggi, mereka tidak bisa melakukan apa-apa jika tidak ada " Mamat"  bahkan kekurangan " Mamat " diharapkan tidak boleh terjadi. Proses makan sirih pinang adalah mengunyah pinang dan sirih dalam mulut lalu ditambah sedikit kapur sampai menghasilkan liur merah. Pinang dan sirih suka memiliki zat aditif yang berfungsi sebagai penghilang rasa kantuk dan pemberi semangat. Namun, lebih dari itu merupakan sebuah kebersamaan. Biasanya,  Puah   ma Manus (Pinang dan sirih)  digunakan sebagai suguhan bagi tamu

"Moen Lanan ma Fe Lanan", Tradisi Perkawinan Sepupu Suku Dawan (Timor)

Gambar
Moen Lanan ma Fe Lanan  Perkawinan sepupu bisa menyebabkan kemungkinan mendapatkan dua salinan gen yang merugikan. Dalam tradisi perkawinan Suku Dawan (Timor), anak-anak lebih banyak mendengar orang tua dalam urusan penentuan jodoh, bukan hanya sekedar memilih pasangan yang sudah mapan tetapi juga untuk menghindari hal-hal yang dianggap tabu dalam budaya. Pada umumnya, syarat menikah bagi laki-laki Dawan adalah memiliki lumbung jagung dan bisa menenun adalah syarat menikah bagi perempuan Dawan. Namun,  "Moen Lanan ma Fe Lanan"  merupakan syarat yang sejatinya tak kalah penting dalam tahapan perkawinan. Sebagai informasi,  Moen Lanan ma Fe Lanan  dalam beberapa dialeg sub suku seperti Mollo, Miomaffo dan lain-lain menyebutnya sebagai  Moen Lalan ma Fe Lalan.  Begitupun sub suku yang lain tetapi tidak ada perbedaan yang mencolok dalam penyebutannya. Dalam artikel ini, saya menulis istilah-istilah Dawan dalam dialeg Amanuban, tempat saya dilahirkan dan dibesa

SUARA DIBALIK SEBUAH BATU NISAN

DI BALIK BATU NISAN INI AKU MENANGIS Air mataku menetes bagaikan tetesan embun Tak pernah habi membasahi lesung kecil pipiku Melihat mereka membunuh hukum DI BALIK BATU NISAN INI AKU INGIN HIDUP KEMBALI Membela yang benar Menegakan Keadilan Menghidupkan hukum yang sudah mati DI BALIK BATU NISAN INI AKU INGIN BERCERITA Aku ada disini karena Hukum Aku di hukum berbeda dengan yang lain Aku dibalik nisan tetapi yang lain dibalik jeruji besi DI BALIK BATU NISAN INI AKU INGIN BERTANYA Kenapa harus aku yang ada di sini? Mungkinkah mencoba menjual selembar ganja untuk penuhi istri anak lebih kejam dari mencoba membunuh bangsa dengan ideologinya? Mungkinkah mencoba menjual selembar ganja untuk penuhi istri anak lebih kejam dari membunuh rakyat secara perlahan dengan mencuri uang rakyat? DI BALIK BATU NISAN INI AKU MENGHARAPKAN SEBUAH KEADILAN Pembunuh generasi muda, Pembunuh Ideologi Bangsa dan Pembunuh Rakyat Harus punya tempat yang sama Diba

“TANGISAN YANG TAK KUNJUNG HENTI”

Gambar
Menafkahi keluarga untuk bertahan hidup merupakan hakikat dalam diri setiap orang untuk berjuang. Bukan lagi hal unik jika keringat dan darah menetes dari badan seseorang bahkan mengalir akibat perjuangan menghidupi sebuah keluarga. Perjuangan ini bukan hanya dilakukan oleh para kepala keluarga, ataupun para ibu rumah tangga, banyak anak yang turut berjuang, menunjukkan dan menandakan bahwa mereka tahu berbalas budi kepada orang tua. Biasanya, hal ini identik dengan anak laki-laki. Namun, tidak jarang kaum hawa kecil juga turut berjuang dengan cara mereka sendiri demi keluarga yang mereka cintai. Berdasarkan berita pada Surat Kabar Pos Kupang pada 04 Januari 2017, Nusa Tenggara Timur (NTT) ditetapkan sebagai peringkat tiga propinsi termiskin oleh Badan Pusat Satatistik (BPS). NTT hanya lebih baik dari Papua dan Papua Barat. Pada bulan September 2016 penduduk miskin di NTT sebanyak 1.150.080 dari 5,2 juta. Garis kemiskinan di ukur dari pendapatan per kapita. Namun, peranan komo

EKSPOSISI “To Serve, To Lead and To Transform”

Eksposis 1 (Nehemia 3 : 1-32) Imam besar dan para imam memberikan contoh teladan keikutsertaan mereka dalam pekerjaan pembangunan tembok Yerusalem. Betapa umat Yerusalem akan bertambah antusias melihat kerendahan hati para pemimpin rohani mereka. Apalagi melihat Nehemia, pembesar dari istana Persia ikut bahu membahu dalam pekerjaan ini. Tetapi ada juga orang-orang yang merasa diri terlalu tinggi untuk pekerjaan kasar seperti ini Kesatuan hati setiap penduduk Yerusalem, yang tidak mempedulikan status sosial tinggi atau rendah, bangsawan atau rakyat jelata, kaya atau miskin, besar atau kecil, sungguh mengesankan. Mereka bersama-sama mengerjakan pekerjaan membangun tembok Yerusalem didorong oleh visi bersama yang berasal dari Tuhan sendiri. Hal ini memberikan kesan pengerjaan yang berkesinambungan dari satu bagian ke bagian lain. Hal ini hanya mungkin terjadi kalau di antara mereka ada pembagian kerja yang jelas, misalnya para imam sesuai dengan fungsinya, menahbiskan pintu-pin