"Moen Lanan ma Fe Lanan", Tradisi Perkawinan Sepupu Suku Dawan (Timor)

Moen Lanan ma Fe Lanan 

Perkawinan sepupu bisa menyebabkan kemungkinan mendapatkan dua salinan gen yang merugikan.

Dalam tradisi perkawinan Suku Dawan (Timor), anak-anak lebih banyak mendengar orang tua dalam urusan penentuan jodoh, bukan hanya sekedar memilih pasangan yang sudah mapan tetapi juga untuk menghindari hal-hal yang dianggap tabu dalam budaya.
Pada umumnya, syarat menikah bagi laki-laki Dawan adalah memiliki lumbung jagung dan bisa menenun adalah syarat menikah bagi perempuan Dawan. Namun, "Moen Lanan ma Fe Lanan" merupakan syarat yang sejatinya tak kalah penting dalam tahapan perkawinan.
Sebagai informasi, Moen Lanan ma Fe Lanan dalam beberapa dialeg sub suku seperti Mollo, Miomaffo dan lain-lain menyebutnya sebagai Moen Lalan ma Fe Lalan. Begitupun sub suku yang lain tetapi tidak ada perbedaan yang mencolok dalam penyebutannya.
Dalam artikel ini, saya menulis istilah-istilah Dawan dalam dialeg Amanuban, tempat saya dilahirkan dan dibesarkan.
Moen Lanan ma Fe Lanan terdiri dari tiga kata yaitu MoenFe dan LananMoen berasal dari kata dasar Mone yang berarti laki-lakiFe berasal dari kata dasar Feto yang berarti perempuan dan Lanan yang berarti jalan. Sedangkan ma adalah kata penghubung yang berarti dan.
Mone juga bisa diartikan sebagai suami tetapi tergantung pada konteks pembicaraan. Sedangkan An Mone berarti anak laki-lakiNaof berarti saudara laki-laki dan Li Mone (Atoni) berarti dia laki-laki.
Berbeda dengan perempuan, Fe merujuk pada istriFetof merujuk pada saudara perempuanAn Feto berarti anak perempuan dan Li Feto (Bi Fe) berarti dia perempuan.
Berdasarkan penjelasan ini, secara harafiah, Moen Lanan ma Fe Lanan berarti suami jalan dan istri jalan. Akan tetapi, arti harafiah ini berkonotasi negatif sehingga diterjemahkan dalam makna yang lebih halus yaitu suami rumah dan istri rumah.
Syarat Moen Lanan ma Fe Lanan ini bertujuan untuk menghindari kemungkinan perkawinan atau hubungan seksual sedarah (inses). Sama seperti Orang Batak (Toba) yang dikemukakan oleh Prof Felix Tani dalam artikelnya (baca di sini) bahwa larangan inses tidak terbatas pada hubungan ayah dan anak, ibu dan anak, serta kakak dan adik dalam keluarga.
Lebih dari itu, larangan inses juga berlaku bagi orang-orang yang memiliki marga yang sama. Misalnya, saya (marga Salukh) tidak boleh menikah dengan perempuan yang bermarga Salukh meskipun kami tidak saling kenal atau sudah terpisah puluhan keturunan. 
Namun, larangan inses bagi Suku Dawan juga tidak terbatas pada semarga tetapi juga yang berbeda marga. Seperti, dilarang menikah dengan anak dari saudara (kandung dan sepupu) perempuan ibu (kandung) karena dianggap sebagai Fetof ma Naof.
Dilarang menikah dengan saudara (kandung dan sepupu) laki-laki atau perempuan dari ibu (kandung) karena status mereka adalah Babaf (Om dan Tanta) dan sebaliknya dilarang menikahi anak dari saudara (kandung dan sepupu) perempuan atau laki-laki karena status mereka adalah nanef ma moen feuf (ponakan perempuan dan laki-laki) dan anah (anak).
Sedangkan anak dari saudara (kandung dan sepupu berbeda marga) laki-laki ayah juga dilarang karena dianggap sebagai Fetof ma Naof. Untuk saudara kandung sangat mudah dihindari karena budaya Suku Dawan menganut sistem Patriarki (marga anak-anak mengikuti marga ayah).
Perkawinan yang dianggap bukan perkawinan inses adalah menikah dengan anak dari saudara (kandung dan sepupu) laki-laki ibu atau anak dari saudara (kandung dan sepupu) perempuan ayah.
Inilah yang dinamakan sebagai konsep Moen Lanan ma Fe Lanan. Contohnya A dan B merupakan kakak-adik (kandung dan sepupu), A adalah laki-laki dan B adalah perempuan. A menikah dengan C dan mempunyai seorang anak E. Sedangkan B menikah dengan D dan mempunyai seorang anak F. E boleh menikah dengan F karena status mereka adalah suami rumah dan istri rumah.
Adik atau kakak adik dari E juga boleh menikah dengan adik atau kakak dari F karena masih dianggap sebagai Moen Lanan ma Fe Lanan. Kasus ini dikenal dengan istilah ta 'li suafam takpani.
Seiring berjalannya waktu, paham yang minim terhadap larangan inses dan konsep Moen Lanan dan Fe Lanan oleh beberapa generasi sebelumnya dan pelanggaran-pelanggaran pernikahan seperti hamil diluar nikah membuat perkawinan inses merajalela dalam budaya masyarakat Dawan.
Memang perkawinan inses tidak terjadi antara ayah dan anak, ibu dan anak serta kakak dan adik tetapi melanggar konsep larangan inses atau tidak menikahi yang bukan Moen Lanan ma Fe Lanan.
Perkawinan inses terlanjur terjadi pada suatu generasi dan berpengaruh pada keputusan menikah oleh generasi selanjutnya hingga saat ini. Ada dilema dalam menentukan pasangan, misalnya anak dari saudara (sepupu) perempuan ayah disebut sebagai Moen Lanan ma Fe Lanan tetapi disebut juga sebagai Fetof atau Naof karena ia juga merupakan anak dari saudara (sepupu) perempuan ibu.
Dilema ini akhirnya ditoleransi dengan memegang teguh pada prinsip budaya patriarki bahwa semua cerita asal-usul dan keluarga harus berpatokan pada ayah, boleh menikahi Moen Lanan ma Fe Lanan yang juga dianggap sebagai Fetof ma Naof (hubungan keluarga dari ibu).
Kini, konsep Moen Lanan ma Fe Lanan seakan tak dikenal lagi karena banyak generasi muda saat ini hampir kehilangan budaya, sejarah dan asal-usulnya. Bagaimana hubungan mereka dengan marga-marga yang lain? Apakah hubungan mereka adalah Moen Lanan ma Fe Lanan atau Olif ma Tataf (Kakak dan adik)?
Selain itu, konsep Moen Lanan ma Fe Lanan yang dianggap bukan perkawinan inses oleh Suku Dawan dikecam oleh sejumlah orang karena dianggap masih tergolong perkawinan sepupu yang berpotensi tinggi menghasilkan keturunan yang secara biologis lemah, baik fisik maupun mental (cacat), atau bahkan letal (mematikan).
Dilansir dari detik.com, perkawinan sepupu bisa menyebabkan kemungkinan mendapatkan dua salinan gen yang merugikan. Hal ini disebabkan karena masing-masing orang membawa salinan gen yang buruk dan tidak ada gen normal yang dapat menggantikannya, sehingga pasti ada beberapa masalah yang nantinya bisa menyebabkan anak memiliki waktu hidup pendek atau sepertiga anak-anak meninggal sebelum ulang tahun kelima.
Selain itu, menikah dengan sepupu pertama bahkan dapat meningkatkan risiko keguguran dan kemandulan.
Moen Lanan ma Fe Lanan juga diperangi dengan cara sosial. Banyak yang sudah beranggapan bahwa Moen Lanan ma Fe Lanan hanya membuat ruang lingkup marga menjadi sempit dan jumlah anggota keluarga dalam sebuah marga sedikit. Lagipula marga cenderung ekslusif dan tidak memiliki keberanian untuk menikah dengan orang lain.
Meski masalah keturunan yang terjadi akibat pernikahan Moen Lanan ma Fe Lanan cukup menakutkan tetapi konsep ini menguntungkan masyarakat Dawan. Bagaimanapun masyarakat Dawan akan berusaha mengenal semua orang dengan statusnya masing-masing sehingga mencegah kemungkinan pernikahan inses. Keuntungannya masyarakat Dawan tidak akan melupakan semua orang yang masih memiliki hubungan darah dengan mereka.
Meski hampir punah, pernikahan Moen Lanan ma Fe Lanan masih ada hingga saat ini terutama mereka yang tidak bersekolah dan tetap tinggal di kampung. Sedangkan yang sudah bersekolah dan keluar dari kampung selalu menghindari potensi perkawinan sepupu ini.
Salam!!!
Mauleum, 05 Februari 2020
Neno Anderias Salukh



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lirik Lagu Kua Tuaf - Sius Otu

Afiks dan Metatesis dalam Tata Bahasa Dawan (Timor)

Alu Mama, Simbol Laki-laki Suku Dawan (Timor)