Peran Guru Pendidikan Agama Kristen sebagai Konselor Terhadap Perilaku Remaja (siswa)


BAB 1

PENDAHULUAN


1.1   Latar Belakang

Masa remaja merupakan sebuah masa transisi dengan setiap masalah dan pergumulannya masing-masing. Beberapa masalah itu muncul, mulai dari permasalahan di rumah, di sekolah, hingga di setiap lingkungan tempat mereka berinteraksi. Khususnya di sekolah, beberapa remaja bahkan memerlukan pendampingan khusus karena di sana mereka akan diperhadapkan pada beban studi, teman sebaya, kakak kelas, dan juga guru-guru yang akan memungkinkan mereka menghadapi beberapa masalah. Masalah-masalah ini tentunya tidak dapat dibiarkan begitu saja karena akan memengaruhi perkembangan remaja ke depannya.
Remaja sering dipengaruhi oleh orang-orang di sekelilingnya. Mereka bukan hanya dipengaruhi suasana rumah tangganya, mereka juga dipengaruhi oleh zaman, masyarakat umum, tempat mereka hidup dan bertumbuh. Mereka sering kurang puas dengan keadaan masyarakat yang ditinggalkan kepada mereka oleh generasi tua dan mengkritik segala yang kolot. Karena remaja sedang meninggalkan masa kanak-kanak dan beralih kepada masa dewasa, rasa antusiasme mereka begitu menggebu. Mereka ingin mencoba segala pilihan dan kemungkinan yang diperhadapkan kepada mereka. Banyak remaja sulit mengendalikan diri atau memilih mana yang baik sehingga banyak terjadi kenakalan remaja.
Pendidikan Agama Kristen Remaja adalah pendidikan yang berupaya menolong para remaja untuk hidup dalam terang Injil, menemukan kepribadian yang tepat, menerima tanggung jawab bagi makna dan nilai yang menjadi jelas bagi mereka ketika mereka mengidentifikasikan diri mereka sendiri dengan tujuan dan misi gereja dalam dunia. Para remaja dibentuk dalam paguyuban Kristen sehingga mereka dapat mendengar Injil, mengalami maknanya, menyadari kasih Allah atas hidup mereka, dan meresponsnya dalam iman dan kasih.
Pendidikan Agama Kristen untuk remaja merupakan pendidikan yang menyadarkan setiap remaja akan Allah dan kasih-Nya dalam Yesus Kristus, agar mereka mengetahui diri mereka yang sebenarnya. Pendidikan ini bertujuan untuk menjadikan remaja bertumbuh sebagai anak Allah dalam persekutuan Kristen, memenuhi panggilan bersama sebagai murid Yesus di dunia dan tetap pada pengharapan Kristen. Kaum remaja harus mengenal Yesus Kristus dan jika sudah mengenal Dia, harus rela memutuskan segala ikatan lain untuk mengikut dan melayani Yesus. Jika remaja mau dipakai Tuhan bagi pekerjaan-Nya, justru merekalah yang dapat menjadi alat yang sangat berguna untuk membangun kerajaan-Nya di antara umat manusia.
Kehadiran Guru agama sebagai figur sentral dalam pertumbuhan iman remaja karena guru agama adalah sosok yang sangat diperlukan untuk memacu perilaku baik remaja. Betapapun baiknya yang dirancang, namun pada akhirnya perilaku para siswa juga tergantung dari peran guru agama. Oleh karena itu, Peran Guru Pendidikan Agama Kristen sebagai Konselor sangatlah diperlukan untuk mengarahkan, membimbing, dan mendampingi siswa dalam menghadapi masalah-masalah tersebut di sekolah.

1.2              Rumusan Masalah

1)      Apa saja Perilaku Remaja Di Sekolah
2)      Bagaimana Peran Guru Pendidikan Agama Kristen sebagai Konselor terhadap Perilaku Remaja  ?

1.3              Tujuan

            Untuk mengetahui pentingnya Peran Guru Pendidikan Agama Kristen terhadap Perilaku Remaja dan Perilaku baik dan buruk Remaja di sekolah

1.4              Manfaat

            Agar memberikan kesadaran kepada para Guru Pendidikan Agama Kristen tentang perannya terhadap perilaku pemaja.

1.5              Metode

Kajian dari berbagai referensi yang relevan.





BAB II

PEMBAHASAN


2.1              LANDASAN TEORI

2.1.1        Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1990) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.
Borring E.G. ( dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode atau masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari anak-anak kemasa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Sedangkan Monks, dkk ( dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja suatu masa disaat individu berkembang dari pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual, mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang mandiri.
Neidahart (dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak kemasa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri. Pendapat ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Ottorank (dalam Hurlock, 1990 ) bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat (dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang.
Erikson (dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas – ego remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru para remaja harus memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir.

2.1.2        Guru

Boehlke (2000:698) mengatakan : ”Guru Pendidikan Agama Kristen Adalah seorang penganjur, pengalaman belajar yang siap memanfaatkan berbagai sumber buku, peralatan, peryataan, objek dan sebagainya guna menolong orang lain bertumbuh dalam pengetahuan iman Kristen dan pengalaman percaya secara pribadi”.
Selanjutnya Homrighausen dan Enklaar (2005:164) Mengatakan: Bahwa guru PAK adalah seorang penginjil, yang bertanggung jawab atas penyerahan diri setiap orang pelajarnya kepada Yesus Kristus. Tujuan itu ialah supaya mereka sungguh-sungguh menjadi murid-murid Tuhan Yesus, yang rajin, dan setia. Guru tak boleh merasa puas sebelum anak didiknya menjadi orang Kristen yang sejati”.
Dari pengertian di atas maka ada alasan bahwa Guru Pendidikan Agama Kristen merupakan seorang pengajar yang mempunyai pengalaman dalam menyampaikan materi pelajaran yang dibuat dari berbagai sumber buku sebagai bahan untuk pelajaran bagi anak didik yang dapat memberi pengetahuan Iman Kristen sehingga mereka mempuyai Iman dan kepercayaan akan Kasih Allah dan Guru Pendidikan Agama Kristen juga selalu siap menolong setiap orang dengan memberikan kasih karunia dari Allah yang berkelanjutan.
Guru Pendidikan Agama Kristen sangat berperan dalam mengelola proses belajar mengajar dan harus bertindak sebagai motivator dengan berusaha menciptakan kondisi belajar mengajar yang aktif dan mengembangkan bahan pengajaran yang baik dan dapat dinyatakan dalam tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Guru juga yang memegang peran sentral dalam proses belajar mengajar maksudnya disini adalah seorang guru harus dapat memilih, menerapkan, memperhatikan, mengelola kegiatan  belajar mengajar dengan baik untuk itu Guru Pendidikan Agama Kristen dituntut untuk Profesional.
Berdasarkan landasan teori di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan social sehingga diperlukannya peran Guru Pendidikan Agama Kristen yang professional dalam mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik (remaja) melalui jalur pendidikan formal khususnya pendidikan menengah.

2.2              ISI

2.2.1        Masalah-Masalah Remaja Di Sekolah

Pada umumnya, masalah remaja di sekolah, baik di tingkat SMP maupun SMA, berkenaan dengan perilaku. Berikut beberapa masalah remaja di sekolah:
1)                  Perilaku Bermasalah (Problem Behavior)
Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasi dengan remaja lain, guru, dan masyarakat. Perilaku malu dalam mengikuti berbagai aktivitas yang digelar sekolah, misalnya, termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang remaja menjadi kurang pengalaman. Jadi, perilaku bermasalah ini akan merugikan remaja di sekolah secara tidak langsung akibat perilakunya sendiri.

2)                  Perilaku Menyimpang (Behavior Disorder)
Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau dan menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup (nervous) serta perilakunya tidak terkontrol (uncontrol). Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami perilaku ini. Seorang remaja mengalami hal ini jika ia merasa tidak tenang dan tidak bahagia sehingga menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya.
3)                  Penyesuaian Diri yang Salah (Behaviour Maladjustment)
Perilaku tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat akibatnya. Perilaku menyontek, membolos, dan melanggar peraturan sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah menengah.
4)                  Perilaku Tidak Dapat Membedakan Benar atau Salah (Conduct Disorder)
Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara perilaku yang benar dan perilaku yang salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara berpikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya adalah karena sejak kecil, orang tua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan yang salah pada anak. Seharusnya, orang tua mampu memberikan hukuman (punishment) saat anak berperilaku salah dan memberikan pujian atau hadiah (reward) saat anak berperilaku baik atau benar. Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perilaku antisosial, baik secara verbal maupun secara nonverbal, seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya.
5)                  Perilaku Berkaitan dengan Perhatian (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
Perilaku berkaitan dengan perhatian adalah anak yang mengalami defisiensi dalam perhatian dan tidak dapat menerima impuls-impuls sehingga gerakan-gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi hiperaktif. Remaja di sekolah yang hiperaktif biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau tidak dapat berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang hiperaktif tidak akan memperhatikan lawan bicaranya dan cepat terpengaruh oleh stimulus yang datang dari luar

2.2.2        Peran Guru Pendidikan Agama Kristen Sebagai Konselor

Guru tidak hanya bertugas untuk menyampaikan ilmu kepada siswa, tetapi juga mempunyai peran lainnya, yaitu menjadi orang tua kedua bagi siswa dan berperan sebagai konselor. Peran guru sebagai konselor sesungguhnya bukan hanya tugas guru Bimbingan Konseling (BK), tetapi juga tugas setiap guru wali kelas, termasuk guru Pendidikan Agama Kristen. Guru sebagai konselor akan menolong setiap murid yang sedang bermasalah dan jika memungkinkan dapat memberikan solusi sehingga mereka dapat keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi.

            Guru Agama Kristen, khususnya, dapat membimbing siswa dengan memberikan nasihat yang berdasar pada kebenaran firman Tuhan, sekalipun ia bukan guru Bimbingan Konseling. Sebab, firman Tuhan itulah yang menjadi penuntun di setiap kehidupan kita. Seorang remaja yang sedang ada di masa transisi sangat membutuhkan pengenalan akan Tuhan kita, Yesus Kristus, nasihat-nasihat tentang kehidupan, dan pertolongan, agar mereka mengerti apa yang benar di hadapan Tuhan.
Guru Agama Kristen harus mengajari remaja, yang Pertama, ajarlah untuk mempercayai Alkitab (Yohanes 8:31-32). Allah tidak pernah berbohong karena firman Tuhan tetap teguh untuk selama-lamanya (Mazmur 119:89). Mereka dapat mempercayai firman Tuhan karena firman Tuhan tidak pernah berubah. Kedua, ajarlah mereka tentang baptisan air (Roma 6:4-6). Tuntutan Allah kepada setiap orang Kristen baru adalah baptisan air. Ketiga, ajarlah mereka untuk melayani Tuhan (Efesus 2:8-10). Sebagai orang tua, adalah hal yang menggetarkan ketika melihat anak remajanya bersukacita melayani Kristus. Keempat, ajarlah mereka tentang kuasa doa. Kristus pun menjadi teladan bagi semua orang bahwa di dalam doa ada kuasa yang berasal dari Allah.
Guru Agama Kristen berperan membentuk remaja yang memuliakan Kristus yang adalah Tuhan dan Juru Selamat. Dengan Pendidikan Agama Kristen yang berlandaskan iman kepada Kristus, para remaja dapat melihat terang dan iman kepada Yesus sebagai Allah yang benar. Pendidikan Agama Kristen tidak harus menjadi pendidikan yang eksklusif di tengah dunia remaja, tetapi mengakar di setiap segi kehidupan remaja
Guru Agama Kristen  harus Menasihati Peserta Didik untuk Menjalin Pertemanan yang Sehat. Baik orang tua maupun guru sebaiknya menasihati anak untuk menjalin pertemanan yang sehat. Memang, sejak kecil anak sudah diajar untuk tidak memilih-milih teman, tetapi Alkitab memberikan nasihat-nasihat dalam menjalin sebuah persahabatan. Biasanya, siswa mengalami masalah yang berkaitan dengan perilaku karena terus bergaul dengan teman sekelompoknya. Oleh sebab itu, baik orang tua maupun guru hendaknya mendorong anak-anak untuk masuk di lingkungan pertemanan yang sehat sehingga dapat menjalin persahabatan di komunitas yang sehat pula.
Guru Agama Kristen harus Memberikan Pendampingan, Perhatian, dan Kasih yang Tulus. Ketika beranjak dewasa, anak-anak akan menghabiskan waktunya di sekolah. Guru harus menjadi konselor dan motivator yang baik bagi siswa-siswa di sekolah. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, guru tidak hanya menyampaikan ilmu, tetapi juga membagikan nasihat kehidupan, ajaran, keterampilan, dan pengalaman kepada siswa. Jika guru menunjukkan pendampingan, perhatian, dan kasih yang tulus kepada siswa, tentu siswa akan merasa dihargai dan memiliki semangat belajar yang tinggi di sekolah. Proses konselor yang baik oleh para guru ini dapat mengantisipasi adanya permasalahan perilaku pada siswa dan juga mencegah terjadinya kenakalan remaja.
Dalam menghadapi masalah kenakalan remaja, yang terpenting ialah hubungan kreatif dengan Allah dalam Yesus. Roh Kudus hidup di dalam setiap orang yang percaya (Roma 8:9-11) dan peran serta Roh Kudus merupakan sumber kemampuan yang tidak terbatas. Di antara semua hal yang dikerjakan Roh itu, yang luar biasa adalah pembaruan sifat dan sikap seseorang. Buah karya Roh Kudus tidak lain adalah pembaruan watak menuju kesehatan mental. Sifat-sifat baru itu tidak melahirkan masalah, tetapi menyelesaikannya. Remaja perlu belajar untuk memiliki sebuah hati yang bertobat, bangkit berdiri, dan menjauhkan diri dari dosa. Biarkan darah Kristus menguduskan mereka (1 Yohanes 1:5-9), berkarya bersama Allah untuk menghindari dosa yang sama, dan terus berusaha untuk hidup kudus di hadapan-Nya.
Paulus amat memperhatikan perbuatan dan tingkah laku. Ia berkata kepada orang-orang di Korintus, "Tidak tahukah kamu bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (1 Korintus 3:16) Paulus menulis kepada umat Tuhan di Korintus dengan berkata, "Tidak tahukah kamu," yang mempunyai pengertian bahwa mereka seharusnya sudah tahu bahwa tubuh mereka adalah bait Allah, yang hidup di mana Roh Kudus diam di dalam mereka.
Rasul Paulus membandingkan sifat orang duniawi dan rohani dalam surat Galatia pasal 5, yaitu percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percederaan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora. Daftar tersebut tidak berbeda jauh dari sifat-sifat yang dibahas dalam surat Roma pasal satu. Dalam pasal itu, Paulus memperkenalkan sebuah hukum sebab akibat, yaitu bahwa penindasan kebenaran dapat merusak relasi seseorang dengan orang lain (Roma 1:18-21, 32).
Sebagai kontras, surat Galatia 5:22-23 mengutarakan sifat-sifat yang dapat diharapkan kalau seseorang diinjili dan dibina untuk hidup beriman. Sifat-sifat itu merupakan hasil atau buah dari karya Roh Kudus dalam batinnya. Daftar ini terdiri dari sifat-sifat terpuji, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, penguasaan diri.




BAB III

PENUTUP


3.1              Kesimpulan

a)                  Masalah-Masalah Remaja Di Sekolah
ü    Perilaku Bermasalah (Problem Behavior)
ü    Perilaku Menyimpang (Behavior Disorder)
ü    Penyesuaian Diri yang Salah (Behaviour Maladjustment)
ü    Perilaku Tidak Dapat Membedakan Benar atau Salah (Conduct Disorder)
ü    Perilaku Berkaitan dengan Perhatian (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
b)                 Peran Guru Pendidikan Agama Kristen Sebagai Konselor
Guru Agama Kristen berperan membentuk remaja yang memuliakan Kristus yang adalah Tuhan dan Juru Selamat. Dengan Pendidikan Agama Kristen yang berlandaskan iman kepada Kristus, para remaja dapat melihat terang dan iman kepada Yesus sebagai Allah yang benar. Pendidikan Agama Kristen tidak harus menjadi pendidikan yang eksklusif di tengah dunia remaja, tetapi mengakar di setiap segi kehidupan remaja.

3.2              Saran

Untuk pertumbuhan dan perkembangan perilaku remaja Kristen yang Positif dan Peran utama guru Pendidikan Agama Kristen sebagai konselor terhadap perilaku remaja sehingga kehadiran remaja di tengah masyarakat, keluarga dan sekolah membawa nilai positif terhadap anak-anak yang akan menjadi remaja.
Dengan demikian makalah ini dibuat untuk perkembangan umat Kristen ke arah yang lebih baik, sekian dan terima kasih. SYALOM!

Komentar

Unknown mengatakan…
Trimakasih untuk datanya, menolong saya dalam penulisan tesis di Institut Injil Indonesia..
Terus berkarya yaa.. Tuhan Yesus Memberkati.
Neno Anderias mengatakan…
Terima Kasih juga Ibu Vera Febrianthy.
semoga succes.
JBU too

Postingan populer dari blog ini

Lirik Lagu Kua Tuaf - Sius Otu

Afiks dan Metatesis dalam Tata Bahasa Dawan (Timor)

Alu Mama, Simbol Laki-laki Suku Dawan (Timor)